Daftar Music

Salju Biru

Bintang

Daun

Salju

Kursor

Niall Horan

Minggu, 14 September 2014

Pandangan Pertama

Pandangan pertama♡

      Kamu tau? Kamu itu lucu, penerang dalam malam-malamku yang sepi. Adakah yang sudah menghiasi hatimu saat ini? Kuharap aku adalah orangnya. Jika tidak, aku bisa berbuat apa benderang? Paling hanya menangis sesenggukan, disertai hati yang pecah dan kering kerontang, sambil melihat punggungmu yang berlalu tanpa menoleh pada rona malam.
       Ya, akulah rona malam, dia gelap dan sunyi tanpa ada benderang. Dan benderang itu adalah kamu sayang .. 
Maaf, aku terlalu takut untuk memberikan seluruh hatiku padamu, aku ini pengecut.. ya, aku tau itu.. aku hanya tak ingin hancur hanya karena ditinggal pergi olehmu, aku hanya tak ingin menyerah pada kata munafik seperti “cinta” yang selalu dituhankan dimana-mana. Tapi sekarang? Bodohnya aku ini, aku hanya diam melihatmu pergi, terkesiap menyaksikan hatiku hancur sendiri. Percuma!! Walau sekencang apapun aku meremas bajuku, sesering apapun kuteteskan air mataku, sesulit apapun masa yang kuhadapi tanpamu, sesak ini takkan hilang, yang ada hanya kamu yang terus membayangi pikiran. 
Kamu tau?
             Kita ini Mars dan Venus, terlalu berbeda untuk jadi satu. Bahkan aku tak percaya dengan cerita-cerita klise yang selalu dielu-elukan teman-temanku. “Cinta bisa mengatasi segala perbedaan” katanya. Apa benar? Kenapa bagiku kata-kata itu sinetron sekali rasanya tuan? Kenyataan yang ada sangat berbeda dengan cerita-cerita khayalan. Aku tak sedewasa yang aku kira, dan kamu tak mengerti, begitu juga sebaliknya. Kita ini terlalu rapuh, lemah pada apa yang membuat kita satu. Tapi mau bagaimana, hatiku telah dicuri olehmu sampai tak tersisa, sampai aku tak punya apa-apa lagi sekarang..
             Ya, aku adalah putra yang hilang dalam kegelapan, dan kamu adalah penyelamatnya Maaf, aku telalu lemah untuk selalu bertahan dengan rapuhnya kamu. Aku terlalu egois untuk mengakui kecintaanku padamu, bahkan aku terlalu sombong untuk menangis di depanmu. Sekarang, duniaku berhenti berputar, bahkan aku tak becus mengerjakan pekerjaan ringan, selalu saja ada yang salah di tengah jalan. Aku selalu limbung, mataku sipit dan bengkak di sekitarnya, wajahku kacau penuh bekas air mata, ahh.. aku tak tau bagaimana dia bisa terus mengalir tanpa kupinta, jikalau waktu telah lelah menghimpitnya, dia akan berhenti sejenak, lalu mengalir lagi di menit yang berbeda.
Kamu tau?
       Kamu itu penyebab rindu, sampai dia lelah terus menunggu, pembuat marathon dalam jantung hatiku. Waktu bagai musuh bebuyutan dalam agenda kita, pertanda akan ada perpisahan dan jeda. Ah mengapa kamu tak berubah jadi jam tanganku saja, yang selalu bisa kubawa-bawa tanpa takut pada hilangnya kebersamaan kita. Saat kamu kikuk melihat wajahku yang malu, kamu selalu menggosok-gosok hidungmu, wajahmu ikut memerah, dan kamu selalu pura-pura sibuk melihat kesana-kemari tanpa pernah melepas genggaman tanganmu padaku. 
      Ya, akulah bumi yang membutuhkan matahari, dan matahari itu adalah kamu..
Maaf, aku hanya bisa berteriak pada malam itu, berharap saat itu hanya salah satu mimpi burukku dan aku akan terkesiap, terbangun dengan terengah-engah. Namun, seberapa kencang aku berteriak pun, aku tak kunjung bangun, apa yang salah denganku? Mengapa duniaku berbalik 180 derajat tanpa aku mau? Padahal kamu telah berusaha menarik tanganku,membuatku jatuh dalam pelukanmu.. untuk terakhir kali, jikalau memang semua ini telah berakhir..
Kamu tau?
             Kamu adalah pembuat senyum dalam hari-hari penatku, aku selalu membuat alasan palsu hanya untuk bertemu denganmu, aku selalu bilang kalau aku ingin belajar bersama dengan teman-teman, padahal aku hanya ingin melihat wajahmu walaupun hanya sebentar. Memandang kerlingan matamu saat menggodaku, merasakan sentuhan tanganmu saat kamu membelai sayang kepalaku, mendengar suaramu walau kamu akan mengomel karena aku selalu pulang larut malam,
Ya, aku adalah pluto-mu, dan kamu adalah mars-ku 

          Maaf, sepertinya aku akan menangis lagi malam ini. Entah sudah berapa banyak air mata yang jatuh sia-sia, aku tak peduli lagi! Karena hatiku ini telah layu, kosong tak bersisa, yang ada hanya luka menggores dimana-mana. Apa kabarmu disana sayang? Apakah hatimu sama matinya seperti aku? Ahhhh.. bahkan aku tak berani membayangkan jika perasaanmu telah hilang. Aku bisa mati! Saking tak ada arah yang ingin aku tentukan, lalu bagaimana ini? Bagaimana nasib hatiku nanti? Bagaimana jika dia tak bisa terobati? Aku tak ingin tidur malam ini, terlalu takut untuk bertemu denganmu.. dalam mimpi burukku yang ke sekian kali. 

Dialah Perempuan Itu

Dialah perempuan itu: Ibu



Jelas terpampang didepan mata, wajah cantik nan jelita, hidungnya yang mancung, rambut bergelombang, (yang sengaja dihitamkan oleh pewarna rambut), pipinya yang merona, alisnya yang hitam menyala, juga bibirnya yang merah merekah, sedang asik duduk di meja riasnya.

"Bu.."

Ibuku masih terdiam, asik dengan gincu yang ditorehkan ke bibir tebalnya.

"Bu.." Ucapku lagi.

"Iya, kenapa nak?"

"Kau mau kemana, tetaplah dirumah. Siapa yang menjaga kedua adikku. Aku masih terlalu kecil untuk menjaganya, bu." Ucapku memohon agar ibu tak meninggalkan rumah.

"Ayolah nak, kamu kan sudah besar, sudah kelas 1 Sma, apalagi kamu lelaki, lagipula.. kalau ibu tidak bekerja, siapa yang membiayai sekolah kamu, juga adik kembarmu yang kebetulan masih duduk dibangku 5 sekolah dasar?, tau kenapa almarhum ayahmu memberimu nama Argani? Sebab, ia mau kelak anaknya menjadi pemberani. Sudah, dengar saja kata ibu, jangan jadi pengecut. Jaga adikmu baik-baik sampai ibu kembali pulang" Ibu memberi pengertian.

"Ngg.. tapi bu.. yasudahlah, baik bu" Akupun meng-iyakan.

Sudah dua minggu belakangan ini, aku mulai curiga sama apa yang dikerjakan ibu. Bagaimana bisa ibu meninggalkan pekerjaan yang sudah 3 tahun dilakoninya, dan mendapat pekerjaan baru yang kurasa tidak normal.  Iya, dulu  ibuku seorang kuli cuci, gaji yang sedikit hanya mampu memberi makan kami saja, uang sekolah nunggak berbulan-bulan. Namun, dengan pekerjaan barunya, ibu mulai bisa melunasi dikit demi sedikit hutangnya pada sekolah. Dari situlah, awal timbul kecurigaan.

---

"Raka..Riki.. tidurlah cepat, besok kalian masuk sekolah pagi, kan?"

"Iya bang" Ucap mereka serempak, aku bingung, mengapa mereka selalu kompak.

"Bang, ibu kemana sih? kenapa dia gak betah dirumah? dia gak sayang ya sama kita?" Raka bertanya.

"Hush, gak boleh gitu, gak ada ibu yang gak sayang sama anak-anaknya. Sudah cepat tidur, tarik selimutnya lalu berdoa"

"Baik bang"

---

Aku terbangun dari tidurku yang nyenyak, saat itu pukul 3.30 pagi. Aku masih terjaga saat itu, dua bocah yang kuanggap malaikat masih asyik dengan tidur pulasnya. Juga dengkur halusnya yang tak kalah merdu oleh putaran kipas angin. Pagi itu dingin, kulihat gigil di kaki Riki, ternyata selimut asik dikuasai Raka. Dengan penuh cinta, kuambilkan selimut dari lemari tua sepeninggalan ayah. Kembali dengan penuh cinta, kubalutkan selimut pada Riki, adik bungsu ku itu. Aku sontak kaget, ternyata dia tak tidur, sepenggal kalimat dilontarkannya, "Untuk abang yang berhati sutra, terimakasih atas kasihmu, terimakasih atas sayangmu pada kami, aku, mencintaimu dengan sungguh", entah darimana adik bungsuku mendapatkan kata-kata itu. Yang jelas hati bangga bercampur haru mendengar perkataan sederhana itu.

"Dik, terimakasih, kau baik sekali" Pujian itu kulontarkan dengan penuh keikhlasan.

"Maka dari itu, tak sia bapak dan ibu mengajarkan tentang kebaikan, hehe" Katanya sedikit bercanda. "Sudahlah, kembali tidur, pakai selimut itu agar kau tak kedinginan lagi" Kataku sambil meninggalkannya.

---

"Kreeekkk..." terdengar suara pintu yang seolah terbuka, aku kaget, ibuku pulang tak seperti biasanya. Biasanya ia pulang sekiranya 15 menit setelah adzan shubuh berkumandang. Kenapa sekarang pulang lebih cepat? Kini ia tampak kurang cantik, rambut kucel, gincunya yang tak merah lagi, pipi kirinya yang sedikit lebam. "Bu, kenapa sudah pulang? juga mengapa kau begitu berantakan?""Lalu kenapa dengan pipi kirimu, rona nya pudar, kini yang kulihat biru lebam. Kenapa bu?, dengan penasaran aku terus meng-interogasikannya.

"Apalah kamu ini, macam polisi saja bertanya-tanya haha" Rupanya ibu malah mengajak bercanda anak sulungnya.

"Aku serius, bu"

"Sudahlah, sudah mau adzan, cepat ambil air wudhu, bangunkan adikmu lalu kita sholat berjamaah"

"Ah, ibu menyebalkan"

---

kini hatipun sedikit tenang, ternyata benar, wudhu dan sholat adalah alternatif yang tepat untuk jiwa yang gundah. Tapi aku masih sedikit penasaran, kenapa ibu bisa berantakan sekali pagi itu? apakah benar yang dikatakan tetangga mengenai ibu; bahwa ibu adalah seorang pesolek.

Saat itu aku masih terjaga, rasa penasaran terus memukul-mukul pikiran, dalam selimut.. aku mendengar doa ibu muda yang cantik jelita, ia ibuku. Asik berdoa diatas sajadah usangnya. Banyak kata yang kusimak, rupanya ia berdoa dengan sungguh, entah berapa butir berupa bulir jagung yang turun melewati dagu panjangnya, ia khusyuk berdoa, tanpa rasa malu ia merengek dihadapan tuhan sambil menadahkan kedua tangan mulusnya, dengan sempurna ia melafalkan doa untuk ketiga anaknya, Raka, Riki, dan Saya pun diikut sertakan dalam doanya. Sedikit yang kuingat dalam doanya.

"Tuhan, aku sudah menghamba dihadapanmu pagi ini tuhan. Dengan penuh harap aku berdoa untuk segala kebaikan, mungkin aku akan mengawali doa untuk ketiga anak-ku, beri mereka kecerdasan, beri mereka rezeki, jadikan mereka anak yang berbakti pada orang tua. Tuhan, jika kau jijik mendengar doa dari pesolek seperti saya. Tak apa. Namun, aku tak akan berhenti berdoa untuk kebaikan malaikat-malaikat yang kupunyaTuhan, jika masih dibukakan pintu maaf, maka aku akan mengampun padamu. Tuhan, tidakkah kau tahu? Menjadi apa yang tidak kita ingin itu menyakitkan? Seraya berlomba memasukan benang kedalam jarum, demi mendapatkan hadiah kita melawan segala resikonya, mana tahu duri itu menancap jari kita sendiri. Sakit bukan?, aku harap engkau memaklumkan, jika tidak dengan cara cepat mencari uang seperti ini.. lalu dengan apa anak-anakku dapat makan? teruntuk tuhan yang maha pengertian, sekali lagi aku mohon, ampunkan diri ini yang sudah terlanjur mengetahui resikonya menancapkan benang ke jarum tadi. Walau ku mengetahui akhirnya, tetap kulalui. Sekali lagi, saya meminta ampun. Saya bertaubat. Dari saya, Wina."

Tercengang ku mendengar doa serta pengakuannya, ternyata pesolek itu ibuku. Yang dibilang mereka benar adanya, Sudah jelas, ibuku adalah seorang pesolek. Entah apa yang harus kurasa. Sedih melihat kenyataan bahwa ibuku mencari duit dengan cara yang tidak halal? atau Bangga melihat ibu yang terpaksa menjadi apa yang tidak diinginkannya demi menghidupi ketiga anaknya? Yang pasti, aku bangga. Terimakasih ibu.

Kini kau sudah tertidur, kau sudah berwudhu, kau sudah bersih dari jamahan beribu-ribu pria. Dan yang aku bangga, aku mendengar kata taubat mu tadi. Oiya, bu, ada sepenggal pesan dibawah bantal yang sengaja kuselipkan, mungkin ketika nanti kau baca, aku sedang tidak dirumah melainkan disekolah.

"Kini aku mengerti. Kau telah mengajarkanku satu hal. Bahwa didunia ini sebenarnya tidak ada orang jahat. Hanya saja, mereka terpaksa memainkan peran Antagonis, sehingga dicap sebagai makhluk paling bengis."

Senja yang padam

Senja yang padam

 Dia rapuh, namun tangisnya kini mulai ada jeda. Dia bersimpuh, pasir putih menjadi alas --pun angin mengundangnya pulas.

Dia berbaring, membiarkan air mata turun hingga mengering. Dia sesenggukan, membiarkan tangis menyerupai spasi, berirama bergantian.


Kala itu, sore ketika senja ingin berpamitan, dia tak ikhlas melepas. Genggaman masih dieratkan, tatapan jauh kosong menatap jingga yang mulai kehitaman. Separuh badannya mulai menghitam, separuhnya lagi masih terang terkena cahaya. Ia tetap terjaga di beranda senja, lalu perlahan ia melepas genggaman.


Lalu senja meyakinkan, "Berbaringlah, tidur yang nyenyak. Esok, aku datang sesuai janjiku pada semesta. Silakan esok kau puas-puaskan, sibaklah abu-abu langit, carilah aku, maka aku akan mengeluarkan jingga beserta ronaNya"


Dihapuslah air mata, ia terbangun, dan dia berkata "Sampai jumpa". Kemudian ia tergulung bersama kekasihnya, senja.


Senin, 08 September 2014



I WILL GO THERE :*